Bagansiapiapi - Suaradaerahnews.com
Pagi di Bagansiapiapi masih diselimuti embun tipis, namun di lapangan tengah Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA, suasana sudah berubah menjadi khidmat dan teratur. Lebih dari seratus Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berbaris rapi, mengenakan seragam yang tertib, siap mengikuti Upacara Kesadaran Berbangsa dan Bernegara.
Langkah kaki terdengar serempak. Petugas Upacara yang seluruhnya adalah WBP pilihan melaksanakan tugas mereka dengan disiplin tinggi, sebuah bukti nyata keberhasilan program pembinaan yang fokus pada perubahan karakter.
Bendera Sang Saka Merah Putih perlahan naik, diiringi alunan lagu kebangsaan yang menggema melintasi blok hunian, menyentuh relung hati setiap orang yang hadir. Di bawah kibaran bendera itu, batasan status memudar; yang tersisa hanyalah kesadaran kolektif sebagai anak bangsa, bagian integral dari Republik Indonesia.
Momen puncak terasa ketika Pembina Upacara , Eka Misdi melangkah maju, pandangannya menyapu seluruh barisan WBP dan Petugas. Upacara ini bukan sekadar rutinitas bulanan, melainkan penegasan ulang bahwa, meskipun berada di balik jeruji, hak dan kewajiban WBP sebagai warga negara Indonesia tidak pernah gugur.
Setelah pembacaan teks Pancasila dan UUD 1945, Pembina Upacara menyampaikan amanatnya. Suara yang tegas dan penuh harapan itu memecah keheningan, membawa pesan inti: bahwa Lapas adalah tempat berproses, bukan akhir dari segalanya.
Dalam sambutannya, Eka Misdi menyampaikan bahwa : " Cinta Tanah Air tidak diukur dari kebebasan fisik, tetapi dari perubahan di dalam hati. Di sini, di Lapas ini, Anda sedang menjalani proses untuk menjadi warga negara yang lebih baik, lebih taat hukum, dan lebih bertanggung jawab."(𝘼lfauzan)

